Belum lama ini, perhelatan haul Komplek Nurussalam PP. Almunawwir Krapyak digelar begitu istimewa. Selain agenda khotmil qur’an dan pengajian umum, kali ini panitia menginisiasi acara bertajuk “Talkshow Inspiratif”. Talkshow ini bertujuan untuk menyajikan forum diskusi terkait persoalan modernitas yang akan dihadapi para santri di masa mendatang.
“Membangun Karakter dan Menumbuhkan Orientasi Santri di Era Society 5.0” merupakan tema talkshow kali ini. Tak tanggung-tanggung, tiga narasumber kondang dihadirkan dalam acara ini. Salah satunya adalah Ning Imaz Fatimatuzzahra. Kehadiran beliau menjadi daya tarik tersendiri bagi para peserta. Menurut pengakuan panitia, kuota peserta acara ini langsung ludes habis tak lama setelah link pendaftaran dipost.
Dalam kesempatan ini, Ning Imaz menyampaikan pentingnya pembangunan karakter yang ideal yang dilakukan sejak dini kepada anak. Beliau menjelaskan konsep parenting yang ditawarkan oleh Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin. Beberapa hal yang sangat urgen untuk dilakukan ialah menanamkan tauhid, cara beretika, dan sikap yang sesuai dengan nilai-nilai dasar kemanusiaan sejak anak masih kecil.
Hal ini dilakukan sebagai wujud menyiapkan generasi yang ideal dan mampu survive menghadapi tantangan zaman di masa mendatang. Optimalisasi parenting islami harus disadari sedini mungkin supaya anak bisa diarahkan dengan mudah menuju hal-hal positif.
Adapun kondisi yang terlanjur terjadi dimana seseorang menjadi dewasa tanpa menerima asupan intekstulitas dan moralitas yang pas dari orang tuanya, maka itu harus disikapi secara masif oleh pribadi kita masing-masing. “Luka (masalah) yang timbul saat ini bukan sepenuhnya salah kita, namun tanggung jawab sembuh terletak pada diri kita sendiri” begitulah kalimat penting yang sempat terlontar dari Ning Imaz.
Narasumber lainnya, Dr. Imam Tamtowi (Dosen UIN Sunan Kalijaga) mengapresiasi penuh para santri untuk tetap berada dalam rel kesantriannya. Tak perlu minder dan takut dengan perubahan yang ada. Modernitas yang ada bukan berarti menafikan tradisi maupun ajaran ala pesantren. Penguasaan turast harus tetap menjadi referensi utama santri untuk memperkuat basis keilmuan mereka.
Dengan bekal itu santri akan mampu melakukan formulasi baru atas keilmuaan turast dan wacana baru yang mereka miliki. Paduan keilmuwan khas pesantren dengan wacana-wacana modern akan semakin memperkaya khazanah keilmuan keislaman sekaligus merelevansi ajaran yang sudah ada.
Bagi lembaga pondok pesantren terkait juga harus menyesuaikan kebijakannya dengan kondisi santri di masa ini. Pembatasan-pembatasan yang sekiranya terlalu over perlahan mulai disesuaikan dengan kebutuhan. Dr. Imroatul Azizah (Dosen Pascasarjana UIN Sunan Ampel), narasumber yang juga hadir menegaskan bahwa saat ini santri wajib melek teknologi.
Kemampuan itu menjadi sebuah keharusan demi menopang keilmuan mereka yang sudah dipelajari ketika nyantri. Tanpa itu, kemanfaatan yang mereka lakukan akan kurang maksimal dirasakan oleh masyarakat luas. Maka di era ini santri harus bersikap dan berpikir maju mengikuti pola perkembangan zaman, namun di sisi lain tak lupa dengan identitasnya sebagai seorang muslim sekaligus warga Indonesia.

ibnuhajar
Penulis di Huffadhkrapyak