Kisah Orang Yahudi dan Kemuliaan Hari Asyura

Hari Asyura merupakan sebutan hari kesepuluh dalam bulan Muharram. Pada hari ini begitu banyak terjadi peristiwa-peristiwa penting yang mewarnai sejarah kehidupan manusia dari masa ke masa. Diantaranya ialah berlabuhnya kapal Nabi Nuh di bukit Zuhdi dengan selamat, setelah dunia dilanda banjir yang menghanyutkan dan membinasakan. Kemudian, kisah selamatnya Nabi Musa dan umatnya kaum Bani Israil dari pengejaran Fir’aun di Laut Merah.
Pada hari ini, ada satu amalan yang sangat dianjurkan nabi agar dilakukan oleh umatnya. Amal itu berupa memberi nafkah lebih kepada keluarga atau bisa juga dengan memberikan sebagian rezeki kepada orang lain yang membutuhkan. Diriwayatkan dari kitab al-Mu’jam al-Kabir li-Tabrani, nabi bersabda:
عَنْ عَبْدِ اللهِ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ وَسَّعَ عَلَى عِيَالِهِ يَوْمَ عَاشُورَاءَ لَمْ يَزَلْ فِي سَعَةٍ سَائِرَ سَنَتِهِ
“Barangsiapa yang melapangkan nafkah keluarganya pada hari ke sepuluh bulan Muharram, maka Allah akan melapangkan rizqi (urusan)nya dalam satu tahun penuh”
Al Manawi dalam Faidl Qodir menjelaskan, dulu pada masa Nabi Nuh, Allah menenggelamkan dunia ini dengan banjir bandang tanpa tersisa, kecuali perahu Nabi Nuh dan penumpangnya. Lalu Allah kembalikan dunia ini kepada mereka pada hari ‘Asyura dan menyuruh mereka turun dari kapal untuk mempersiapkan kebutuhan keluarga mereka dan anak turunnya yang bertauhid dengan keselamatan dan penuh keberkahan.
Maka hari Asyura merupakan hari melapangkan nafkah bagi keluarga dan sebaiknya ditingkatkan setiap tahunnya. Amalan ini terbukti mujarrab dalam melapangkan rizki dan mendatangkan keberkahan.
Terkait kemulian hari Asyura, ada kisah penuh hikmah yang menjelaskan alasan keislaman seorang Yahudi sebab barokah hari Asyura. Kisah ini dikutip dari kitab I’anatu Thalibin ala halli Alfadz Fathil Mu’in karangan Syekh Abu Bakar Syata’.
Diriwayatkan ada seorang fakir yang sudah berkeluarga dan saat itu sedang berpuasa di hari ‘Asyura. Namun, mereka tidak mempunyai sesuatu untuk dijadikan berbuka. Kemudian si Fakir ini memasuki pasar penukaran uang. Ia melihat seorang saudagar muslim memakai tikar sangat mahal yang digunakan untuk menaruh emas dan perak.
Si Fakir tadi datang dan mengucapkan salam. “Wahai Tuan, saya ini orang fakir. Barangkali engkau berkenan memberiku uang satu dirham saja untuk aku gunakan membeli makanan berbuka puasa bersama keluarga. Dan akan aku doakan kebaikan padamu di hari ini (Asyura)”.
Lantas, bagaiamana respon saudagar tersebut?
Saudagar itu tak menghiraukannya sama sekali. Ia palingkan wajahnya, dan tidak memberikannya apapun. Merasa tak dihargai, orang fakir tersebut pulang dengan keadaan sakit hati. Air matanya berlinang dipipinya. Ditengah perjalanan, ia melihat tetangganya yang beragama Yahudi yang berprofesi sama dengan saudagar muslim. Dia berinisiatif menemui dan memohon sesuatu darinya. Sejurus kemudian ia menghampirinya.
“Barusan aku melihatmu berbincang-bincang dengan tetanggaku” tanya saudagar Yahudi dengan sedikit penasaran. Si Fakir menimpali, “Saya bermaksud meminjam satu dirham kepadanya untuk berbuka puasa. Namun, ia menolak padahal hari ini aku akan mendoakan kebaikan untuknya.
Si Yahudi berkata, “Memangnya ini hari apa?”.
Kemudian ia menceritakan keutamaan hari tersebut. Lalu si Yahudi memberinya sepuluh dirham.
“Uang ini buat kamu, guna memenuhi kebutuhan keluargamu. Sebagai bentuk memuliakan hari ini.”Singkat cerita orang fakir tadi pulang dengan hati gembira, dan bisa memenuhi kebutuhan keluarganya.
Malam harinya, saudagar muslim bermimpi seakan-akan kiamat telah terjadi. la merasa sangat kehausan dan menderita. Saat itu ia melihat istana yang terbuat dan intan dan pintunya terbuat dari yaqut merah. Lalu ia menghadap ke atas seraya berkata, “Wahai penghuni istana, berilah aku minum. Aku begitu kehausan”.
Kemudian dikatakan kepadanya, “Istana ini sebenamya diperuntukkan untukmu. Namun ketika engkau menolak dan mengecewakan orang fakir yang pernah menghampirimu, namamu dihapus dan diganti dengan nama tetanggamu yahudi yang telah mengobati kekecewaannya dan ia memberinya sepuluh dirham”.
Saat terbangun dari mimpinya, ia merasa ketakutan, menyesal dan mencela dirinya atas sikapnya kepada si fakir. Kemudian ia mendatangi tentangganya, si Yahudi.
“Engkau adalah tetanggaku. Saya mempunyai hak yang harus kau penuhi. Dan saya punya hajat kepadamu”.ucap saudagar muslim. “Apa itu?” tanya si Yahudi.
“Saya bersedia membeli pahala sepuluh dirham yang kemarin engkau berikan kepada orang fakir dengan imbalan harga seratus dirham”. si Yahudi berkata, “Demi Allah, meski engkau menggantinya dengan seribu dinar aku tetap tidak mau. Andaikan engkau menuntutku untuk memasuki pintu istana yang engkau lihat tadi malam sungguh aku tidak akan mempersilahkanmu memasukinya”
la terkejut karena si Yahudi mengetahui mimpinya.
“Siapa yang memberi tahu rahasia mimpiku. Dari mana kau mengerti?” Lalu si Yahudi menjawab, “Dzat yang ketika menghendaki sesuatu Dia mengatakan ‘Jadilah’, maka seketika itu terjadi. Saya bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan tidak ada sekutu baginya. Dan saya bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah!
Diakhir pembahasan, Syeikh Abu Bakar Syatha memberikan wejangan kepada kita semua akan besarnya fadhilah hari Asyura. Beliau mengatakan,”Saudaraku sekalian. Dia orang Yahudi. Dia berprasangka baik kepada hari Asyura. Padahal ia tidak mengetahui keutamaannya. Allah memberikan pemberian-Nya. Memberikan anugerah terbesar, yaitu dengan memeluk agama Islam. Bagaimana dengan seseorang yang telah mengetahui keutamaan dan pahala Asyura namun justru malah mengbaikannya?. Wallahu a’lam
Sumber Gambar: https://www.liputan6.com/islami/read/3974379/ini-kalimat-yang-sebaiknya-dihindari-saat-berdoa-dilengkapi-dengan-adab-doa

ibnuhajar
Penulis di Huffadhkrapyak